Kamis, 19 Januari 2017

SENYUM



Ini adalah nasihat lama dari seorang yang belum pernah aku temui. Nasihat yang kutemukan kembali dari sebuah majalah kesayangan. Dari seonggok rak tua yang lapuk dimakan rayap dan usia. Majalah yang selalu kucari ketika liburan tiba. Aku tak pernah bosan membacanya karena Ada energi positif yang mengalir disetiap baitnya. Membuatku semakin yakin selalu ada pelajaran berharga disetiap sudut tersembunyi dari kehidupan.

SENYUM
Oleh : Muhammad Nuh

Disebuah kebun binatang, seekor burung nuri menjadi pusat perhatian rekan-rekannya. Mulai dari kutilang, elang, gelatik, juga perkutut. Mereka begitu heran dngan perilaku nuri yang agak lain. Entah kenapa, nuri tiba-tiba kehilangan senyum. Padahal, tak ada burung yang lebih gampang senyum daripada nuri.
“apa nuri sakit?” tanya kutilang suatu kali. Pertanyaan ini terlontar karena flu burung memang sedang marak. Siapapun bisa kena. Apalagi burung itu sendiri. Dan, nuri cuma menggeleng. Itu pertanda kalau masalah bukan soal pasangan . tapi, senyum nuri tak kunjung datang. Ia tetap saja dingin.
Bukan Cuma rekan-rekan sesama burung yang merasa kehilangan. Seluruh isi kebun binatangpun tak lagi bisa menemukan senyum indah itu. Termasuk juga manusia yang datang berkunjung. Mereka Cuma bisa menatap nuri sebagai burung yang pendiam. Tak ada celoteh. Tak ada canda apalagi senyum.
“gerangan apa yang merenggut senyummu, nuri?” tanya kutilang akhirnya berterusterang. Nuri masih diam. Ia seperti tak bereaksi. Sesaat kemudian, iapun membalikkan wajahnya ke arah rekan-rekannya. “temanku,” ucapnya nyaris tak terdengar. “belakangan ini, aku memang berat untuk senyum. Senyumku terkubur oleh senyum para manusia.” Tambah nuri lebih jelas. Tapi jawaban itu justru membingungkan yang lain. “maksudmu?” tanya rekan-rekan nuri bersamaan.
“Sejak oktober bermula, aku perhatikan kalau manusia manapun yang kujumpai selalu cemberut. Termasuk yang tiap hari mengurus kandangku. Aku berusaha menghibur dengan senyum, celoteh dan gurauan. Tapi, mereka semua diam. Cuma sorot mata mereka yang bicara. Dan itu soal kesedihan. Aku merasa kalau senyumku Cuma sia-sia!” ungkap nuri yang kemudian diam seribu bahasa.
***
Ada satu hal yang mengandung seribu satu makna sebagai cerminan hati yang begitu dalam. Dari situlah tampak sinyal bahagia, puas, lepas. Dan disitu pula sebuah  tanda soal lancar tidaknya jalan hidup seseorang tertangkap. Itulah dia : senyum.
Namun ketika potret hati sedang suram , senyum menjadi suatu hal yang mahal. Wajar jika senyum terukur sebagai sedekah.
Saat ini, banyak bibir yang mungkin sulit tersenyum. Ada banyak potret hati yang cenderung suram, bahkan gelap. Bersedekahlah agar bibir-bibir itu mampu tersenyum. Bersedekahlah agar orang bisa bersedekah. Dan itu  merupakan sedekah yang amat mahal. Terlebih jika sipembuat senyum sebenarnya juga sedang suram.
Saatnya, membuat saudara kita bisa tersenyum. Walau sebenarnya, kita sendiri sedang sulit untuk tersenyum. Saatnya, membuat nuri-nuri yang biasa tersenyum menjadi tetap tersenyum. 

Sumber : Majalah SAKSI NO.5/TAHUN VIII/16 NOVEMBER 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KITA

Kita begitu Romantis.. Bahkan bisa jadi lebih romantis dari mereka yangg terlihat Romantis.. Duhai cinta, Sering Ku bisikkan namamu ke b...