Kita begitu Romantis..
Bahkan bisa jadi lebih romantis dari mereka yangg terlihat Romantis..
Duhai cinta,
Sering Ku bisikkan namamu ke bumi mewakili semesta yang luas ini,
padanya kusampaikan Betapa aku mengagumimu..
Menyayangimu Selaku Saudara kandung dakwah..
Aku ingin menjadikan mu artis di kalangan penghuni langit,
yang Cintanya Teramat agung
yang Cintanya tiada berbilang,
Rasa itu lebih indah dari sekedar bahagia ketika Kisah kita di like oleh milyaran manusia pada media massa
Duhai Kasih..
kita begitu mesra..
Saling Merindu kala berjauhan
Saling Menguatkan saat Bersama
Bahkan, Rindu kita menumbuhkan Harap Pada Sang Maha Cinta
agar kelak Ia mengabadikan kita pada RidhoNya
Bahkan, Perjumpaan kita adalah Anugerah
Yang Mampu Menumbuhkan Iman karena Nasihat Ukhuwah yang kita bina.
Kita Paham atas kekurang masing masing diri, Lalu kita mencoba saling melengkapi dalam Lingkaran Jama'ah.
Duhai Dzat Yang Maha Cinta
Sesungguhnya Engkau lebih mengetahui
Bahwa hati-hati kami telah terpaut dalam KeAgungan naungan Cinta dari-Mu
Bertemu untuk Ketaatan
Bersatu Untuk Sebuah Perjuangan
Yaa Rabbana
Kuatkanlah Ikatannya
Kekalkanlah cintanya
Tunjukilah Jalan Jalannya..
Terangilah Dengan CahyaMu yang tiada pernah padam
Karena Engkaulah Dzat Pembela Yang Terbaik
Yaa Rabbana..
Bimbinglah kami dengan Kebesaran Kasih dan Sayang Mu
Agar kami mampu meraih Pradikat Taqwa
Agar Keridhoan Mu menyertai kami
Sehingga Tiada lagi Sedih dalam dada
Menulis untuk rindu. Berbagi untuk cinta. cerita untuk keduanya. Karena semuanya tentang kita adalah istimewa.
Jumat, 08 Juni 2018
Jumat, 18 Mei 2018
SULITNYA MEMBENCI
Pernahkah kau benci dengan seseorang yang justru paling sering bersama dengan mu?
Pernahkah hatimu sakit tanpa alasan?
yang kau tau hanyalah engkau membencinya.
jika pernah...
ketahuilah, akupun Pernah merasakannya
Rasa yang Membakar jiwa.
Menggelorakan amarah yang bahkan akan meledak tanpa kompromi.
kau tak menyukai hal itu,
hingga akhirnya ia hanya menjadi timbunan yang terus bertimbun.
tanpa disadari,
Pada saat itulah sang hati mulai kritis.
Oh diri
Berhentilah berlagak seolah kau baik baik saja.
sampai kapan kau akan menyimpan kebencian itu?
kebencian yang hanya dirimu yang merasakannya.
Ah
alangkah menderitanya engkau wahai diri!
Berhentilah menjadi pecundang.
Buang Jauh jauh penyakit menjijikkan itu!
Biarkan ia Larut oleh derasnya air hujan.
Biarkan ia Hanyut pada samudra tanpa batas.
Bebaskan dirimu dari belenggu Hina.
Agar jerih payah Menjelma Indah
Agar lelahmu menjadi Lillah..
Wahai diri
Berhentilah Membenci
Hidup itu sendiri sudah tak mudah bukan?
maka tak perlulah mempersulitnya dengan Kebencian
Pernahkah hatimu sakit tanpa alasan?
yang kau tau hanyalah engkau membencinya.
jika pernah...
ketahuilah, akupun Pernah merasakannya
Rasa yang Membakar jiwa.
Menggelorakan amarah yang bahkan akan meledak tanpa kompromi.
kau tak menyukai hal itu,
hingga akhirnya ia hanya menjadi timbunan yang terus bertimbun.
tanpa disadari,
Pada saat itulah sang hati mulai kritis.
Oh diri
Berhentilah berlagak seolah kau baik baik saja.
sampai kapan kau akan menyimpan kebencian itu?
kebencian yang hanya dirimu yang merasakannya.
Ah
alangkah menderitanya engkau wahai diri!
Berhentilah menjadi pecundang.
Buang Jauh jauh penyakit menjijikkan itu!
Biarkan ia Larut oleh derasnya air hujan.
Biarkan ia Hanyut pada samudra tanpa batas.
Bebaskan dirimu dari belenggu Hina.
Agar jerih payah Menjelma Indah
Agar lelahmu menjadi Lillah..
Wahai diri
Berhentilah Membenci
Hidup itu sendiri sudah tak mudah bukan?
maka tak perlulah mempersulitnya dengan Kebencian
Senin, 05 Maret 2018
ASPIRASI
Oleh. Muhammad Nuh
Seorang Pangeran di sebuah negeri sedang menuju ke rumah penasihat istana untuk minta pelajaran. Beberapa bulan lagi, sang raja akan menobatkannya sebagai raja baru di negeri yang subur makmur itu.
Karena itulah, sang pangeran berharap agar penasihat istana bisa memberikan bekal yang berharga.
"Guru, beri aku pelajaran agar tidak mengecewakan ayah dan penduduk negeri ini," ucap sang pangeran sambil memberi hormat kepada penasihat istana.
Wajah tua yang disebut guru oleh pangeran tampak berseri.
Sambil tersenyum lembut, kepalanya mengangguk pelan.
"Anakku, pergilah ke hutan sebelah timur kerajaan ini. Tinggallah disana beberapa hari. Perhatikan dan dengarkan baik-baik suara suara disana. Setelah kau tangkap suara itu, kembalilah kesini. Ceritakan semua padaku," tutur kata bijak sang guru penuh wibawa. "Baik, Guru!" Ucap pangeran seketika.
Tiga hari sudah sang pangeran di hutan itu. Tapi, tak satu pun suara yang berhasil ia tangkap kecuali kicauan burung di siang hari, dan derik jangkerik disaat malam. Tak ada yang bisa dipahami selain suasana hutan seperti biasa. "Ah, apa pesannya kurang jelas," bisik batin pangeran agak ragu. Ia pun memutuskan untuk kembali ke penasihat istana.
"Anakku, tiga hari belum cukup untuk menangkap suara-suara itu. Tinggallah di sana satu hingga tiga bulan. Gugurkan egomu. Kikis semua nafsu berkuasamu. Satukan dirimu bersama alam. Saat itu, suara-suara itu akan kau tangkap dengan begitu jelas," ucap sang guru ketika sang pangeran tiba di rumahnya.
Kali ini, sang pangeran lebih siap. Ia pahami semua nasihat gurunya. Hari demi hari ia selami semua dinamika yang terjadi dihutan. Mulai dari tiupan angin lembut hingga yang dingin menusuk tulang. Gemericik aliran air jernih ketika berbenturan dengan batu-batu Sungai. Siulan burung yang bersahut sahutan menyambut pagi. Serta, dendang lagu kumbang-kumbang menyambut malam.
"Guru, kini aku paham maksudmu. Aku telah menangkap suara-suara itu. Ya, rangkaian aspirasi keseimbangan alam disekelilingku. Kalau aku mampu menangkap suara-suara mereka yang tampak bisu. Mestinya aku lebih mampu menangkap aspirasi rakyatku," ucap batin sang pangeran sesaat kemudian.
***
Teman, hidup adalah mengisi segala bentuk posisi yang telah disediakan Allah. Dan menjalani hidup berarti menerima segala amanah kekuasaan. Ini berarti bahwa pada keadaan normal, setiap manusia adalah penguasa.
Sebagai ayah, ibu, atau anak. Paling tidak, ia penguasa dirinya sendiri.
Saat itulah, menangkap suara aspirasi bukan lagi kerjaan sambilan yang kerap tenggelam dengan hingar bingar ego. Bahkan pada kemestiannya, aspirasi bukan lagi sekedar di tangkap.
Tapi dikelola dan diperjuangkan semaksimal mungkin. Kalau tidak, kita hanya akan tetap menangkap aspirasi sebatas siulan burung disaat siang dan derik jangkerik di waktu malam.
sumber: dikutip dari majalah saksi no.17 Tahun VI 23 juni 2004.
Seorang Pangeran di sebuah negeri sedang menuju ke rumah penasihat istana untuk minta pelajaran. Beberapa bulan lagi, sang raja akan menobatkannya sebagai raja baru di negeri yang subur makmur itu.
Karena itulah, sang pangeran berharap agar penasihat istana bisa memberikan bekal yang berharga.
"Guru, beri aku pelajaran agar tidak mengecewakan ayah dan penduduk negeri ini," ucap sang pangeran sambil memberi hormat kepada penasihat istana.
Wajah tua yang disebut guru oleh pangeran tampak berseri.
Sambil tersenyum lembut, kepalanya mengangguk pelan.
"Anakku, pergilah ke hutan sebelah timur kerajaan ini. Tinggallah disana beberapa hari. Perhatikan dan dengarkan baik-baik suara suara disana. Setelah kau tangkap suara itu, kembalilah kesini. Ceritakan semua padaku," tutur kata bijak sang guru penuh wibawa. "Baik, Guru!" Ucap pangeran seketika.
Tiga hari sudah sang pangeran di hutan itu. Tapi, tak satu pun suara yang berhasil ia tangkap kecuali kicauan burung di siang hari, dan derik jangkerik disaat malam. Tak ada yang bisa dipahami selain suasana hutan seperti biasa. "Ah, apa pesannya kurang jelas," bisik batin pangeran agak ragu. Ia pun memutuskan untuk kembali ke penasihat istana.
"Anakku, tiga hari belum cukup untuk menangkap suara-suara itu. Tinggallah di sana satu hingga tiga bulan. Gugurkan egomu. Kikis semua nafsu berkuasamu. Satukan dirimu bersama alam. Saat itu, suara-suara itu akan kau tangkap dengan begitu jelas," ucap sang guru ketika sang pangeran tiba di rumahnya.
Kali ini, sang pangeran lebih siap. Ia pahami semua nasihat gurunya. Hari demi hari ia selami semua dinamika yang terjadi dihutan. Mulai dari tiupan angin lembut hingga yang dingin menusuk tulang. Gemericik aliran air jernih ketika berbenturan dengan batu-batu Sungai. Siulan burung yang bersahut sahutan menyambut pagi. Serta, dendang lagu kumbang-kumbang menyambut malam.
"Guru, kini aku paham maksudmu. Aku telah menangkap suara-suara itu. Ya, rangkaian aspirasi keseimbangan alam disekelilingku. Kalau aku mampu menangkap suara-suara mereka yang tampak bisu. Mestinya aku lebih mampu menangkap aspirasi rakyatku," ucap batin sang pangeran sesaat kemudian.
***
Teman, hidup adalah mengisi segala bentuk posisi yang telah disediakan Allah. Dan menjalani hidup berarti menerima segala amanah kekuasaan. Ini berarti bahwa pada keadaan normal, setiap manusia adalah penguasa.
Sebagai ayah, ibu, atau anak. Paling tidak, ia penguasa dirinya sendiri.
Saat itulah, menangkap suara aspirasi bukan lagi kerjaan sambilan yang kerap tenggelam dengan hingar bingar ego. Bahkan pada kemestiannya, aspirasi bukan lagi sekedar di tangkap.
Tapi dikelola dan diperjuangkan semaksimal mungkin. Kalau tidak, kita hanya akan tetap menangkap aspirasi sebatas siulan burung disaat siang dan derik jangkerik di waktu malam.
sumber: dikutip dari majalah saksi no.17 Tahun VI 23 juni 2004.
Rabu, 31 Januari 2018
SENJA TERAKHIR
Apakah hanya aku yang merasakannya?
keresahan yang mengusik diamku.
Keresahan yang melukis nyata bayang bayang ketakutan.
Akankah aku masih beriman esok hari?
semua tak bisa ku pastikan.
apalah aku? hanya seorang yang berjubah dosa yang merasa besar dan terkadang lupa diri. padahal aku sangat jauh dari kata baik.
pernahkah kauendengar tentang seorang hafidz yang meninggal dalam keadaan tak beriman. sehingga tinggalah ayat yang menghinakan dirinya yang ia hafal.
jika sang hafidz sajaa tak bisa menjaga imannya. apalagi aku? sang pendosa yang dengan terkatung-katung memohon belas kasih Sang Pencipta.
Usia ku semakin menua..
Tapi, kedewasaanku tak tumbuh secara sempurna. karena memang tua belum tentu dewasa, dan dewasa tak harus menunggu tua.
Banyak sekali hal berharga yang terlewat.
ia pamit tanpa izin.
ah. bukan.
melainkan aku yang membiarkannya pergi begitu saja..
Sekarang,
di usia senjaku, aku melemah penuh dosa.
Akankah Ia akan mengampuniku di sisa senjaku.
Akankah ketakutanku menjadi nyata pada malam nanti.
Saat Gerhana, Super Moon Dan Blue moon terjadi pada malam yang sama? malam yang seharusnya aku anggap indah.
tapi Sebuah ketakutan Akan pintu pengampunan yang akan Tertutup dengan sempurna terus menghantuiku
Karena bulan justru berbalik arah ke Timur. Sehingga esok pagi mataharipun Terbit dari barat.
Sekarang, di ujung Senjaku.
aku hanya bisa berharap aku bisa menyelesaikan hari ini dengan baik, dengan amalan paling indah. dengan amalan paling ikhlas.
sehingga esok pagi, saat matahari terbit dari tempat yang tak seharusnya. aku bangun dalam ketenangan tanpa penyesalan dan ketakutan yang saat ini akurasakan.
***
Sungguh, Rasulullah SAW Takut Akan Gerhana
[sumber: http://googleweblight.com/?lite_url=http://nabimuhammad.info/rasulullah-takut-akan-gerhana-tapi-umatnya-malah-menyepelekan/&ei=Rarm0Poy&lc=id-ID&s=1&m=493&host=www.google.co.id&ts=1517396765&sig=AOyes_TVd4mZt2_qo3TpTVhZRfj-Padd-w]
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba hambaNya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdoa dan memohon ampun kepada Allah.”
An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda tanda kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat.
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai Allah.
Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat maksiat.
Siapa yang tahu peristiwa ini ternyata adalah tanda datangnya bencana atau adzab ? Atau tanda semakin dekatnya hari kiamat, misalnya dengan semakin lemahnya tembok yang mengukung Ya’juj dan Ma’juj ? Atau akan semakin keringlah sungai Eufrat di Iraq ?
Sesungguhnyam, ada ‘pesan’ apakah yang hendak disampaikan Allah Ta’ala dari peristiwa gerhana ini ?
Tidak patutlah umat Nabi Muhammad menyambut gerhana [ matahari atau bulan ] dengan suka cita. Karena tuntunan Rasulullah menyuruh kita untuk menghadapi gerhana dengan mempertebal keimanan, dan terus menerus berzikir mengingat Allah. Kita tidak tahu bencana apa sesungguhnya yang tengah menanti kita, tapi kita pasrahkan semuanya kepada Allah Ta’la.
Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya. Dan bukannya malah berpikir untuk foto selfie atau mengagumi peristiwa gerhana itu sendiri.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Wallahu a’lam bishowab
keresahan yang mengusik diamku.
Keresahan yang melukis nyata bayang bayang ketakutan.
Akankah aku masih beriman esok hari?
semua tak bisa ku pastikan.
apalah aku? hanya seorang yang berjubah dosa yang merasa besar dan terkadang lupa diri. padahal aku sangat jauh dari kata baik.
pernahkah kauendengar tentang seorang hafidz yang meninggal dalam keadaan tak beriman. sehingga tinggalah ayat yang menghinakan dirinya yang ia hafal.
jika sang hafidz sajaa tak bisa menjaga imannya. apalagi aku? sang pendosa yang dengan terkatung-katung memohon belas kasih Sang Pencipta.
Usia ku semakin menua..
Tapi, kedewasaanku tak tumbuh secara sempurna. karena memang tua belum tentu dewasa, dan dewasa tak harus menunggu tua.
Banyak sekali hal berharga yang terlewat.
ia pamit tanpa izin.
ah. bukan.
melainkan aku yang membiarkannya pergi begitu saja..
Sekarang,
di usia senjaku, aku melemah penuh dosa.
Akankah Ia akan mengampuniku di sisa senjaku.
Akankah ketakutanku menjadi nyata pada malam nanti.
Saat Gerhana, Super Moon Dan Blue moon terjadi pada malam yang sama? malam yang seharusnya aku anggap indah.
tapi Sebuah ketakutan Akan pintu pengampunan yang akan Tertutup dengan sempurna terus menghantuiku
Karena bulan justru berbalik arah ke Timur. Sehingga esok pagi mataharipun Terbit dari barat.
Sekarang, di ujung Senjaku.
aku hanya bisa berharap aku bisa menyelesaikan hari ini dengan baik, dengan amalan paling indah. dengan amalan paling ikhlas.
sehingga esok pagi, saat matahari terbit dari tempat yang tak seharusnya. aku bangun dalam ketenangan tanpa penyesalan dan ketakutan yang saat ini akurasakan.
***
Sungguh, Rasulullah SAW Takut Akan Gerhana
[sumber: http://googleweblight.com/?lite_url=http://nabimuhammad.info/rasulullah-takut-akan-gerhana-tapi-umatnya-malah-menyepelekan/&ei=Rarm0Poy&lc=id-ID&s=1&m=493&host=www.google.co.id&ts=1517396765&sig=AOyes_TVd4mZt2_qo3TpTVhZRfj-Padd-w]
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba hambaNya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdoa dan memohon ampun kepada Allah.”
An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda tanda kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat.
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai Allah.
Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat maksiat.
Siapa yang tahu peristiwa ini ternyata adalah tanda datangnya bencana atau adzab ? Atau tanda semakin dekatnya hari kiamat, misalnya dengan semakin lemahnya tembok yang mengukung Ya’juj dan Ma’juj ? Atau akan semakin keringlah sungai Eufrat di Iraq ?
Sesungguhnyam, ada ‘pesan’ apakah yang hendak disampaikan Allah Ta’ala dari peristiwa gerhana ini ?
Tidak patutlah umat Nabi Muhammad menyambut gerhana [ matahari atau bulan ] dengan suka cita. Karena tuntunan Rasulullah menyuruh kita untuk menghadapi gerhana dengan mempertebal keimanan, dan terus menerus berzikir mengingat Allah. Kita tidak tahu bencana apa sesungguhnya yang tengah menanti kita, tapi kita pasrahkan semuanya kepada Allah Ta’la.
Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya. Dan bukannya malah berpikir untuk foto selfie atau mengagumi peristiwa gerhana itu sendiri.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Wallahu a’lam bishowab
Selasa, 23 Januari 2018
Lirik Mars UIN Raden Intan Lampung
Bersatu padu
Membangun Negeri
wujudkan Cita-cita mulia
Insan Berakhlakul Karimah
Universitas Islam Negeri Raden Intan
Al-Qur'an dan Sunnah pedoman kita
Kuatkan Jiwa islam yang Kaffah
Junjung Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin
Cita kampus kebanggaan Menjadi yang terdepan
UIN Raden Intan
Universitas Kebanggan kita
Wujudkan Karya Yang Nyata
Menuju Negeri Adil Sejahtera
Bersatu padu
Membangun Negeri
wujudkan Cita-cita mulia
Insan Berakhlakul Karimah
Universitas Islam Negeri Raden Intan
Al-Qur'an dan Sunnah pedoman kita
Kuatkan Jiwa islam yang Kaffah
Junjung Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin
Cita kampus kebanggaan Menjadi yang terdepan
UIN Raden Intan
Universitas Kebanggan kita
Wujudkan Karya Yang Nyata
Menuju Negeri Adil Sejahtera
Membangun Negeri
wujudkan Cita-cita mulia
Insan Berakhlakul Karimah
Universitas Islam Negeri Raden Intan
Al-Qur'an dan Sunnah pedoman kita
Kuatkan Jiwa islam yang Kaffah
Junjung Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin
Cita kampus kebanggaan Menjadi yang terdepan
UIN Raden Intan
Universitas Kebanggan kita
Wujudkan Karya Yang Nyata
Menuju Negeri Adil Sejahtera
Bersatu padu
Membangun Negeri
wujudkan Cita-cita mulia
Insan Berakhlakul Karimah
Universitas Islam Negeri Raden Intan
Al-Qur'an dan Sunnah pedoman kita
Kuatkan Jiwa islam yang Kaffah
Junjung Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin
Cita kampus kebanggaan Menjadi yang terdepan
UIN Raden Intan
Universitas Kebanggan kita
Wujudkan Karya Yang Nyata
Menuju Negeri Adil Sejahtera
Langganan:
Postingan (Atom)
KITA
Kita begitu Romantis.. Bahkan bisa jadi lebih romantis dari mereka yangg terlihat Romantis.. Duhai cinta, Sering Ku bisikkan namamu ke b...
-
Bersatu padu Membangun Negeri wujudkan Cita-cita mulia Insan Berakhlakul Karimah Universitas Islam Negeri Raden Intan Al-Qur'an dan...
-
RESUME BUKU MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN (TELAAH SISTEM JAMAAH DALAM GERAKAN ISLAM) OLEH : FATIH RUKHAMA Judul Asli : At...
-
Kita begitu Romantis.. Bahkan bisa jadi lebih romantis dari mereka yangg terlihat Romantis.. Duhai cinta, Sering Ku bisikkan namamu ke b...